news ekonomi sport otomotif hiburan wisata opini politik foto indeks
 Project S TikTok Bakal Ancam UMKM Indonesia

TRIPODNews.id -  Platform perdagangan asing semakin mengincar dominasi di pasar Indonesia. Baru-baru ini, CEO TikTok, ShouZi Chew, melakukan kunjungan bisnis ke empat menteri Indonesia untuk menunjukkan komitmen mereka dalam memasuki pasar Indonesia.

TikTok bahkan berencana untuk melakukan investasi sebesar Rp 148 triliun dalam dua hingga lima tahun mendatang. Hal ini tidak mengherankan mengingat Indonesia adalah pasar terbesar untuk perdagangan online di Asia Tenggara.

Namun, TikTok juga sedang dikabarkan mengembangkan "Project S," yang merupakan upaya untuk mengumpulkan data produk yang laris di suatu negara dan kemudian memproduksinya sendiri di China. Langkah ini sebelumnya sudah diluncurkan di Inggris dengan fitur belanja bernama Trendy Beat yang menjual barang-barang populer di platform tersebut.

Heru Sutadi, Pengamat Teknologi dan Direktur Eksekutif ICT Institute, mengungkapkan keprihatinannya bahwa Project S ini akan mengancam kelangsungan UMKM di Indonesia. Dia menjelaskan, "Ini yang kita takutkan, di mana produk luar negeri dengan mudah dijual dan masuk ke Indonesia. Ini tentu akan berdampak negatif bagi UMKM di Indonesia, jadi harus ada perhatian."

Jika pasar Indonesia dibanjiri barang impor, Heru mengatakan bahwa negara yang memproduksi barang tersebutlah yang akan mendapat manfaatnya. Indonesia hanya akan menjadi pasar untuk produk-produk asing tersebut.

Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), juga menyatakan bahwa pengaturan konten produk impor di e-commerce belum cukup ketat, terutama untuk e-commerce yang menerapkan praktik cross-border seperti Shopee dan Lazada, serta model bisnis social commerce seperti TikTok Shop.

Bhima menjelaskan, "Masalah di TikTok ini menunjukkan belum adanya pengaturan dan pengawasan dari pemerintah terkait jual beli menggunakan platform media sosial atau social commerce. Ada celah kebijakan seiring dengan meningkatnya tren belanja di social commerce. Pada pasar Asia Tenggara, gross merchandise value (GMV) TikTok Shop mencapai 4,4 miliar USD pada 2022."

Lebih lanjut, Bhima menyatakan bahwa karena TikTok Shop merupakan bentuk perdagangan elektronik, maka seharusnya tunduk pada aturan terkait konten lokal dalam ritel, perlindungan konsumen, dan penjual. Aturan main haruslah adil, tidak ada perbedaan dalam berjualan secara live di TikTok Shop dengan platform e-commerce lainnya.

Bhima mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika social commerce diizinkan menjadi pintu masuk untuk barang-barang impor, hal tersebut akan berisiko bagi banyak pelaku usaha lokal yang mungkin akan bangkrut. Pemerintah harus memahami agenda TikTok dan memastikan bahwa penetrasi pasar barang impor tidak merugikan pelaku usaha lokal. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah TikTok benar-benar membantu UMKM sebagai produsen atau hanya sebagai distributor.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyampaikan bahwa revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) sangat dibutuhkan untuk melindungi industri UMKM dalam negeri. Revisi tersebut juga dapat melindungi e-commerce dalam negeri dan konsumen dengan memastikan produk impor tidak merusak harga produk UMKM dalam negeri.geri," tambah Teten.

Tag:
Terkini