TRIPODNews.id - Kebijakan pembatasan ekspor yang diterapkan pemerintah India telah mengguncang pasar beras global dalam 6 pekan terakhir, memicu kepanikan di negara-negara Asia hingga Afrika. Harga beras di Asia bahkan mendekati level tertinggi dalam hampir 15 tahun terakhir akibat langkah India dalam memperketat kontrol ekspor beras pratanak dan basmati.
Peter Timmer, Profesor Emeritus di Universitas Harvard yang ahli dalam studi keamanan pangan, mengungkapkan keprihatinan besar terkait kemungkinan langkah serupa yang akan diambil oleh negara-negara produsen beras lainnya seperti Thailand dan Vietnam. Jika hal ini terjadi, harga beras dunia bisa melonjak melebihi US$1000 per ton.
Ketegangan ini bukan tanpa alasan, mengingat beras adalah bahan pangan vital bagi miliaran orang dan berkontribusi 60 persen dari total asupan kalori di beberapa wilayah Asia Tenggara dan Afrika. El Nino yang terjadi tahun ini juga meningkatkan ancaman kekeringan di banyak wilayah pertumbuhan utama di seluruh Asia.
Langkah-langkah pembatasan ekspor beras India juga memiliki konteks politis, dengan pemilihan umum yang akan datang pada awal 2024. Kenaikan harga pangan dapat memiliki dampak serius pada preferensi pemilih, dan ini menjadi perhatian utama bagi pemerintah.
Meskipun harga beras di New Delhi masih lebih tinggi dibandingkan setahun yang lalu, kebijakan pembatasan ekspor telah membantu menjaga stabilitas harga dalam beberapa bulan terakhir. Namun, dampak dari kebijakan ini juga dirasakan di negara-negara lain seperti Filipina yang terpaksa mengatur harga beras secara nasional dan negara-negara lain yang meminta pembebasan dari pembatasan yang diberlakukan oleh India.
Sementara itu, Thailand dan Vietnam melihat peluang dalam situasi ini dan berupaya memenuhi permintaan pasar global dengan menawarkan beras mereka kepada negara-negara yang terkena dampak pembatasan ekspor India.