TRIPODNews.id - Kasus investasi ilegal yang menggunakan kedok Koperasi Simpan Pinjam (KSP), seperti yang terjadi dengan Indosurya Cipta, telah menimbulkan dampak serius dengan ribuan korban dan kerugian mencapai Rp 106 triliun, menjadi salah satu catatan kelam dalam sejarah ekonomi Indonesia. Kejahatan investasi ini tidak hanya merugikan kalangan masyarakat kelas bawah, tetapi juga merambah hingga ke lapisan atas.
Ahli dari bagian Deposit & Wealth Management UOB Indonesia, Vera Margaret, menjelaskan bahwa rendahnya pemahaman keuangan di kalangan masyarakat adalah penyebab utama munculnya kasus seperti ini. Vera menyatakan, "Banyak masyarakat yang berinvestasi tanpa pemahaman yang memadai, tergoda oleh janji imbal hasil yang tidak realistis. Inilah yang memicu maraknya penipuan investasi."
Oleh karena itu, peningkatan jumlah investor harus diiringi oleh peningkatan literasi keuangan. Vera menekankan bahwa sebelum melakukan investasi, masyarakat perlu memahami dengan baik tentang jenis investasi yang akan diambil. Sebagai contoh, sebelum berinvestasi dalam emas, perlu dipelajari bagaimana pergerakan harga emas, tempat terpercaya untuk membeli dan menjual, institusi yang bisa dipercaya, sejarah pergerakan harga, dan faktor-faktor lain yang berpengaruh. Hal yang sama berlaku untuk investasi dalam reksadana, di mana track record pengelolaan, laporan tahunan, pergerakan nilai investasi, dan stabilitas hasil investasi harus dipahami dengan baik.
Data menunjukkan bahwa total kerugian akibat investasi ilegal di Indonesia selama tahun 2022 mencapai lebih dari Rp 200 triliun. Angka ini menggambarkan urgensi meningkatkan literasi keuangan di kalangan masyarakat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa inklusi keuangan meningkat sebesar 5,19%, sementara tingkat literasi keuangan hanya mencapai 4,11%.
Vera berpendapat bahwa literasi keuangan seharusnya menjadi prioritas sebelum inklusi keuangan. "Kenaikan inklusi keuangan seharusnya diikuti dengan peningkatan literasi keuangan. Tidak sebaliknya. Inilah alasan mengapa investasi ilegal masih terus merajalela dan merugikan masyarakat," jelasnya.
Mendorong Literasi Keuangan
Pendapat serupa disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Sadewa. Menurutnya, kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan adalah tantangan serius yang harus diatasi oleh Indonesia.
Purbaya berpendapat bahwa tantangan literasi keuangan bukan hanya sebatas kesenjangan dengan inklusi, melainkan juga permasalahan distribusi informasi dan edukasi keuangan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Terbatasnya pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan berpotensi menciptakan risiko seperti penipuan, yang pada akhirnya berdampak negatif pada perekonomian.
Purbaya juga mengingatkan para investor muda untuk tidak terburu-buru atau terbawa emosi (fear of missing out) dalam berinvestasi di pasar saham atau instrumen keuangan lainnya. Baginya, investor harus memiliki pemahaman yang mendalam terhadap produk investasi yang akan mereka pilih. Khususnya dengan banyaknya pengaruh dari sosial media dan influencer yang mengajak untuk berinvestasi, Purbaya menegaskan bahwa pemahaman sendiri adalah kunci kesuksesan investasi.
Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada awal Agustus 2023 menunjukkan bahwa mayoritas investor di pasar modal Indonesia adalah generasi muda di bawah 30 tahun, mencapai 57,26% dari total investor ritel. Kondisi ini berpotensi terus berkembang mengikuti prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai puncak bonus demografi di Indonesia pada tahun 2020-2030, di mana penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 68,01% dari total penduduk.
Kesimpulannya, perkembangan potensi pasar keuangan Indonesia di masa depan bergantung pada generasi muda yang memiliki kesadaran akan investasi. Kesadaran ini harus diiringi dengan peningkatan literasi keuangan guna mendukung kedalaman pasar keuangan. Oleh karena itu, peningkatan jumlah investor ritel perlu diimbangi dengan peningkatan literasi dan inklusi keuangan, guna menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pemulihan ekonomi secara berkelanjutan.